Foto diambil dari: https://www.antaranews.com/berita/4669113/prabowo-jokowi-dan-sby-tekan-tombol-bersama-luncurkan-danantara?utm_source=antaranews&utm_medium=desktop&utm_campaign=popular_right
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 24 Februari 2025. Peluncuran ini ditandai dengan penekanan tombol peresmian oleh Prabowo yang didampingi oleh dua mantan presiden, Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono. Acara tersebut juga dihadiri oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, serta para mantan wakil presiden seperti Jusuf Kalla, Boediono, dan Ma'ruf Amin, serta sejumlah menteri terkait.
BPI Danantara merupakan sovereign wealth fund (SWF) atau dana kekayaan negara yang bertujuan untuk mengelola investasi strategis Indonesia. Menurut Prabowo, badan ini akan mengelola aset senilai lebih dari 900 miliar dolar AS, dengan proyeksi dana awal sebesar 20 miliar dolar AS. Sebelum peluncuran, Prabowo menandatangani tiga aturan penting yang mendukung operasional badan ini, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025 tentang organisasi dan tata kelola BPI Danantara, serta Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2025 tentang pengangkatan dewan pengawas dan badan pelaksana badan tersebut.
Di sisi lain, pada hari yang sama, kasus besar dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 mencuat ke publik. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa kasus ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp193,7 triliun akibat praktik manipulasi dalam impor minyak mentah dan produk kilang. Salah satu tersangka utama dalam kasus ini adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, yang bersama sejumlah pejabat lainnya diduga melakukan pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang dalam negeri agar ada justifikasi untuk impor minyak.
![]() |
Foto diambil dari: https://www.tribunnews.com/nasional/2025/02/25/profil-riva-siahaan-dirut-pertamina-patra-niaga-tersangka-korupsi-minyak-mentah-hartanya-rp189-m?page=all |
Modus yang digunakan melibatkan penolakan terhadap produksi minyak mentah dari KKKS dengan alasan yang tidak berdasar, seperti klaim bahwa minyak tersebut tidak memenuhi nilai ekonomis atau spesifikasi teknis, padahal kenyataannya masih sesuai dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Akibat keputusan ini, minyak mentah Indonesia justru diekspor, sementara kebutuhan dalam negeri dipenuhi melalui impor yang harganya lebih tinggi. Para tersangka diduga bekerja sama dengan broker untuk mengatur kesepakatan harga demi keuntungan pribadi, sehingga merugikan negara dan meningkatkan beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah melalui APBN.
Kasus ini menunjukkan bagaimana tata kelola investasi dan pengelolaan aset negara masih menghadapi tantangan besar dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Di satu sisi, pemerintah berusaha memperkuat investasi nasional melalui pembentukan BPI Danantara, tetapi di sisi lain, skandal korupsi dalam sektor energi menyoroti kelemahan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya negara. Keberhasilan BPI Danantara sebagai pengelola investasi negara yang baru ini akan sangat bergantung pada integritas dan efektivitas pengawasannya agar tidak terjerumus dalam praktik korupsi seperti yang terjadi di Pertamina. Oleh karena itu, langkah-langkah antikorupsi yang lebih ketat harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan investasi dan pengelolaan aset negara untuk memastikan keberlanjutan pembangunan ekonomi yang sehat dan transparan.
Namun, pertanyaannya adalah, apakah ada pendekatan ilmiah dalam merumuskan BPI Danantara? Jika kita melihat berbagai studi tentang sovereign wealth fund di berbagai negara, pendekatan yang ideal harus mencakup analisis risiko, diversifikasi investasi, serta tata kelola yang berbasis transparansi dan akuntabilitas. Dalam teori ekonomi, keberhasilan dana investasi negara sangat dipengaruhi oleh manajemen yang profesional serta sistem pengawasan yang ketat agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik atau pribadi.
Yang menarik, di saat pemerintah mencanangkan BPI Danantara sebagai solusi investasi nasional, di Pertamina sendiri justru investasi yang dilakukan malah berujung pada kasus korupsi. Ini menunjukkan bahwa tanpa pengawasan yang ketat, bahkan skema investasi yang paling baik sekalipun bisa disalahgunakan. Oleh karena itu, pembentukan BPI Danantara seharusnya tidak hanya berdasarkan keputusan politik, tetapi juga melalui kajian akademis yang mendalam dan berbasis data agar tidak menjadi ladang baru bagi praktik korupsi yang merugikan negara.
Kesimpulannya, pembentukan BPI Danantara tentu menjadi harapan baru bagi pengelolaan investasi nasional. Namun, melihat pengalaman buruk dalam tata kelola investasi di sektor lain, transparansi, akuntabilitas, dan kajian ilmiah harus menjadi pondasi utama agar badan ini benar-benar bisa membawa manfaat bagi ekonomi Indonesia, bukan sekadar proyek ambisius yang rentan terhadap penyalahgunaan wewenang.
Referensi:
Sovereign Wealth Fund Institute. (2025). "The Governance of Sovereign Wealth Funds: Best Practices and Challenges."
Transparency International. (2024). "Corruption Risks in State-Owned Enterprises: A Global Perspective."
Kejaksaan Agung Republik Indonesia. (2025). "Kasus Korupsi Pertamina: Kronologi dan Dampaknya terhadap Keuangan Negara."
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola BPI Danantara.
Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPI Danantara.