Apa Itu Indo-Pasifik dan Kenapa Kawasan Ini Jadi Sorotan Dunia?
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah Indo-Pasifik semakin sering terdengar dalam percaturan geopolitik. Kawasan ini bukan sekadar sebutan geografis, tapi mencerminkan pentingnya wilayah Asia dan Pasifik sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, jalur perdagangan utama, dan juga titik panas konflik antar kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Cina. Selain itu, negara-negara seperti Jepang, India, serta Australia juga berlomba mengukuhkan pengaruhnya diwilayah ini.
Namun, di tengah narasi yang didominasi negara besar, ASEAN tidak tinggal diam melalui inisiatif bernama ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP), negara-negara Asia Tenggara menyatakan visinya sendiri dalam menjaga stabilitas kawasan.
Baca selengkapnya: Dokumen Resmi AOIP dari ASEAN.org
Mengapa ASEAN Merasa Perlu Membuat AOIP?
AOIP lahir dari keprihatinan ASEAN terhadap meningkatnya rivalitas kekuatan besar di Kawasan. Ketegangan di Laut China Selatan, inisiatif Belt and Road dari China, hingga Free and Open Indo-Pacific Strategy milik Amerika-semuanya membuat ASEAN merasa perlu untuk mengedepankan pendekatan yang lebih damai, inklusif, dan berlandaskan kerja sama. Ketika rivalitas militer meningkat dan negara besar membentuk aliansi seperti QUAD dan AUKUS, ASEAN melihat adanya resiko marginalisasi, AOIP adalah upaya ASEAN untuk tetap relevan dan menjaga "sentralitasnya" dalam arsitektur Kawasan.
Dokumen AOIP resmi diperkenalkan dalam KTT ASEAN ke 34 pada 2019 di Bangkok. Ini bukan hanya dokumen diplomatic, tapi pernyataan sikap strategis bahwa ASEAN ingin menjadi "rule-maker". bukan sekedar "rule-taker".
Prinsip-Prinsip AOIP: Alternatif dari Pendekatan Blok
Empat prinsip Utama AOIP adalah:
- Keterbukaan - tidak menutup pintu bagi siapapun
- Inklusivitas - menolak ekslusivitas berbasis blok kekuatan
- Transparansi - membangun kepercayaan antar negara
- Sentralitas ASEAN - memastikan ASEAN tidak hanya jadi penonton
AOIP vs Strategi Negara Besar: Apa Bedanya?
Aspek |
AOIP (ASEAN) |
FOIP (Amerika Serikat) |
BRI (Cina) |
Fokus
Utama |
Konektivitas
& Kerja sama ekonomi |
Keamanan
& Kebebasan Navigasi |
Infrastruktur
& ekonomi politik |
Pendekatan |
Inklusif,
dialog terbuka |
Semi-blok,
berbasis aliansi |
Bilateral,
dominasi pembiayaan |
Basis
Nilai |
Sentralitas
ASEAN, non-konfrontatif |
Demokrasi
Liberal |
Kerja
sama Pembangunan (versi Cina) |
selengkapnya, lihat disini: https://bidenwhitehouse.archives.gov/wp-content/uploads/2022/02/U.S.-Indo-Pacific-Strategy.pdf
Tantangan Nyata Implementasi AOIP - paling mendasar dalam menerapkan AOIP adalah:
1. Kesenjangan kapasitas dan kepentingan antar negara anggota ASEAN, walaupun AOIP didasarkan pada kesatuan regional, namun kenyataannya kapasitas ekonomi, militer, dan diplomatic negara-negaranya sangat beragam. Misalnya, Singapura memiliki kekuatan ekonomi dan teknologi yang jauh lebih unggul dibandingkan Laos atau Myanmar. Prioritas kebijakan luar negeri tiap anggotanya juga tidak selaras seperti Filipina dibawah kepemimpinan Ferdinand Marcos Jr. lebih condong ke AS, Kamboja dan Laos secara politik dan ekonomi sangat dekat dengan Tiongkok, sedangkan Indonesia cenderung bermain di tengah dengan menjaga keseimbangan. Sehingga hal ini menyebabkan koordinasi kebijakan luar negeri ASEAN menjadi lemah, dan membuat AOIP sulit diterjemahkan menjadi Langkah konkret bersama.
2. Ketergantungan ekonomi ASEAN pada Tiongkok yang notabene sebagai pihak dominan dikawasan. Lebih dari 20% ekspor-impor ASEAN berkaitan dengan Tiongkok, proyek infrastruktur besar seperti Pelabuhan, kereta cepat, hingga jalan tol didanai oleh Beijing melalui skema BRI. Ini menciptakan tekanan politik terselubung. Negara-negara yang tergantung pada investasi dan utang dari Tiongkok cenderung menghindari langkah-langkah yang bisa dianggap "mengancam" Beijing, termasuk Kerjasama keamanan Indo-Pasifik yang tidak sejalan dengan BRI.
3. AOIP juga tidak memiliki mekanisme keamanan, tidak seperti NATO atau QUAD yang memiliki mekanisme pertahanan kolektif. Hal ini membatasi efektivitas AOIP dalam menghadapi ancaman nyata seperti konflik Laut Cina Selatan, penyelundupan lintas negara atau pembajakan laut.
4. Kurangnya dukungan dari kekuatan besar, seperti AS atau Tiongkok yang tidak secara resmi mendukung AOIP sebagai kerangka Utama Kawasan. Tanpa dukungan nyata dari kekuatan besar, AOIP bisa kehilangan momentum dan hanya menjadi dokumen normative belaka.
5. Secara teknis, AOIP sejauh ini masih berupa framework visioner, dan belum memiliki indicator capaian yang terukur (quantitative benchmark). Roadmap proyek-proyek regional berbasis AOIP, dan laporan evaluasi berkala atas pelaksanaan kerangka ini. Tanpa indicator jelas, AOIP sulit dievaluasi dan mudah tenggelam dalam retorika diplomasi semata.
Tantangan |
Dampaknya pada AOIP |
Kesenjangan
kapasitas antar anggota |
Lemahnya
koordinasi kebijakan regional |
Ketergantungan
ekonomi terhadap Cina |
Sulit
bersikap netral dan independent dalam menentukan arah kawasan |
Tidak
punya kekuatan militer kolektif |
Tak
mampu merespons isu keamanan secara efektif |
Minimnya
dukungan negara besar |
AOIP
kurang mendapatkan legitimasi dan sumber daya |
Tidak
ada roadmap dan indikator keberhasilan |
Sulit
diterapkan secara konkret dan terukur |
Meskipun AOIP bukan tandingan langsung strategi geopolitik negara besar, namun ia memainkan peran penting seperti:
- Platform Naratif Alternatif, yang mengedepankan kerja sama, bukan konfrontasi
- Alat diplomasi Kawasan, AOIP dapat memperkuat posisi negosiasi ASEAN di forum global
- Sinyal penegasan identitas Kawasan, keinginan ASEAN yang tidak bukan sebagai pion di percaturan global.
Posisi Indonesia: Penyeimbang yang Berpotensi Menjadi Pemimpin
Sejak era Menlu Retno Marsudi, Indonesia menjadi pengusung Utama AOIP dan secara konsisten mempromosikan pendekatan ini di berbagai forum internasional. Mengingat posisinya sebagai negara terbesar di ASEAN dan wilayah yang strategis di Indo-Pasifik, Indonesia memiliki peluang:
1. Menjadi "jembatan" antara kutub-kutub kekuatan dunia, Indonesia mengambil langkah-langkah nyata sebagai penyeimbang dan meredam polarisasi AS-Cina, antara lain:Situasi | Sikap Indonesia |
Ketegangan
Laut Cina Selatan | Mendorong
penyelesaian damai, tidak memihak, tapi menolak pelanggaran wilayah ZEE di Natuna |
Kemitraan
Quad vs BRI | Indonesia
tidak bergabung dengan QUAD, tapi tetap bekerja sama ekonomi dengan Cina,
sekaliguas memperkuat pertahanan maritimnya |
KTT
ASEAN 2023 di Jakarta | Indonesia
mendorong hasil deklarasi yang menekan non-konfrontasi dan sentralitas
ASEAN |
“Strategi Indonesia adalah menjadi jembatan dan fasilitator. Ini membutuhkan diplomasi yang tenang tapi strategis.”
— Dino Patti Djalal, mantan Wakil Menlu RI dan pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).
“Indonesia tidak akan menjadi pion kekuatan besar manapun. Kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan di kawasan kita.”
— Dewi Fortuna Anwar, pakar hubungan internasional dari LIPI.
“Melalui AOIP, Indonesia menunjukkan bahwa ASEAN tidak hanya menjadi arena perebutan pengaruh, tetapi aktor utama yang memiliki visi kawasan sendiri.”
— Rizal Sukma, mantan Dubes RI untuk Inggris dan arsitek kebijakan luar negeri era Jokowi
![]() |
Infografik ini merupakan visualisasi dari berbagai kajian strategis lembaga think-tank Asia dan Global seperti CSIS, Lowy Institute, ISEAS Survey Report 2024 |
Apakah AOIP Bisa Bertahan?
AOIP tidak serta-merta mengubah struktur kekuatan Kawasan. Tapi dalam dunia multipolar yang makin kompleks, pendekatan inklusif dan kolaboratif ASEAN justru bisa menjadi model tata Kelola regional yang lebih adaptif dan damai.
Selama ASEAN bisa menjaga solidaritas dan konsistensi implementasi, AOIP punya potensi untuk tetap menjadi pilar soft power Kawasan.
Ditengah kompetisi besar antar negara adidaya, ASEAN Outlook Indo-Pacific adalah langkah diplomatik berani yang menyuarakan kerjasama, bukan rivalitas. Meski tidak sempurna, AOIP menunjukkan bahwa Asia Tenggara masih mempunyai suara dan agenda tersendiri.
Tagar
#ASEANValues #IndoPasifik #KerjasamaChinaIndo