Eropa dan China: Kemitraan Strategis atau Ancaman Tersembunyi di Panggung Global?




Eropa di Tengah Pusaran Geopolitik

Eropa kini dihadapkan pada tantangan besar. Di tengah krisis pasca-pandemi dan perang Rusia-Ukraina, kawasan ini membutuhkan mitra ekonomi yang mampu mendukung pemulihan ekonomi secara signifikan. China hadir sebagai kekuatan ekonomi kedua dunia yang menawarkan berbagai insentif ekonomi: akses pasar yang besar, aliran investasi asing langsung, serta dominasi dalam rantai pasokan global. Namun, kedekatan ini menimbulkan dilema geopolitik: apakah hubungan ini murni ekonomi, atau ada ambisi tersembunyi dari China untuk memperluas pengaruhnya di Eropa?

Sebagian pengamat menyebut bahwa Eropa berada dalam situasi "tightrope diplomacy", di mana keuntungan ekonomi harus ditimbang dengan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, HAM, dan stabilitas keamanan regional.


Hubungan Uni Eropa – Tiongkok: Simbiosis Ekonomi, Ketegangan Politik

Kerja sama antara Uni Eropa dan China secara resmi dimulai sejak penandatanganan Comprehensive Strategic Partnership pada 2003. Hubungan ini bertumbuh seiring meningkatnya kebutuhan Eropa akan produk manufaktur murah dan akses ke pasar ekspor China. Data Eurostat menunjukkan bahwa sejak 2020, China telah menjadi mitra dagang terbesar bagi UE, menggeser posisi Amerika Serikat.

Namun, hubungan ini tidak selalu harmonis. Meningkatnya kekhawatiran terhadap isu:

  • Pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur di Xinjiang
  • Represi politik di Hong Kong yang dianggap melanggar prinsip “One Country, Two Systems”
  • Meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan
  • Ekspansi maritim China di Laut China Selatan yang bertentangan dengan UNCLOS

menyebabkan munculnya tekanan politik dalam internal Eropa untuk meninjau kembali kedekatan ini. Di sisi lain, proyek Belt and Road Initiative (BRI) yang ambisius juga dipandang sebagai instrumen soft power dan leverage geopolitik China di kawasan Eurasia.


Ketergantungan Ekonomi yang Berisiko

Ketergantungan Eropa terhadap China bersifat struktural. Eropa mengimpor sebagian besar barang-barang elektronik, peralatan medis, hingga komponen kendaraan dari China. Teknologi seperti Huawei dalam jaringan 5G bahkan sempat menimbulkan kekhawatiran terkait potensi spionase dan keamanan siber.

Sebagai contoh, laporan Komisi Eropa pada 2023 menyebutkan bahwa lebih dari 60% impor bahan baku kritis Eropa berasal dari China. Ini membuat Eropa rentan terhadap tekanan politik apabila hubungan memburuk.

"Total perdagangan UE-China pada 2022 capai €856 miliar, dengan defisit €395 miliar."
(Eurostat, 2023)


Sikap Beragam Negara-Negara UE

Tidak semua negara UE memandang China dengan cara yang sama. Perbedaan posisi ini terlihat dalam kebijakan luar negeri dan strategi ekonomi mereka:

  • Jerman: Sebagai ekonomi terbesar UE, Jerman memiliki hubungan erat dengan China terutama dalam sektor otomotif. Perusahaan seperti Volkswagen dan BMW memiliki pasar besar di China. Namun sejak 2021, Jerman mulai menekankan diversifikasi pasar dan menghindari overdependence.
  • Prancis: Presiden Emmanuel Macron aktif mendorong strategic autonomy agar Eropa tidak terlalu tergantung pada kekuatan besar seperti AS dan China. Prancis memandang hubungan dengan China harus bersifat selektif dan strategis.
  • Italia: Pada 2019, Italia menjadi satu-satunya anggota G7 yang menandatangani BRI. Namun pada akhir 2023, pemerintah Italia secara resmi menarik diri dari inisiatif tersebut karena dianggap tidak memberikan keuntungan signifikan dan menimbulkan ketergantungan politis.



“The EU-China relationship is driven by economic pragmatism but haunted by political divergence.”
François Godement, European Council on Foreign Relations

"China sees Europe as a testing ground for its global ambitions, while Europe struggles to define a coherent response."
Zaki Laïdi, Sciences Po Paris


Jalan di Atas Titian Tipis

UE perlu strategi yang lebih matang dalam menghadapi China. Alih-alih memilih antara dekat atau menjauh, pendekatan yang fleksibel dan selektif perlu dikembangkan. Diversifikasi mitra dagang seperti memperkuat hubungan dengan India, ASEAN, dan Afrika menjadi penting.

Tantangan ke depan:

  • Menjaga kesatuan sikap antar anggota UE
  • Menyusun kebijakan industri dan teknologi yang otonom
  • Memastikan setiap kerja sama dengan China tidak mengorbankan nilai-nilai fundamental Eropa

Keputusan-keputusan yang diambil dalam beberapa tahun ke depan akan menentukan apakah UE tetap menjadi kekuatan independen dalam sistem internasional multipolar, atau justru menjadi arena persaingan hegemoni baru.


🔗 Referensi:


Eropa dan China: Kemitraan Strategis atau Ancaman Tersembunyi di Panggung Global? Eropa dan China: Kemitraan Strategis atau Ancaman Tersembunyi di Panggung Global? Reviewed by Atallah Daffa Jawahir on April 10, 2025 Rating: 5